Monday, February 25, 2008

Normal, Wajar, Biasa

Hal yang wajar dan normal adalah hal yang terbaik yang semua orang ingin banget alami. Dan itu bisa dalam hal apapun. Tentunya emang semua orang mau banget yang normal-normal aja. Yang wajar-wajar aja. Rutinitas, kehidupan yang emang pada umumnya orang jalanin, reaksi terhadap segala sesuatu jika kita sedang menghadapinya, anggapan akan sesuatu yang terjadi, dan sebagainya.

Tapi sayang, banyak orang yang kadang suka mewajarkan begitu banyak hal yang sebenernya buntut-buntutnya cuma bikin mereka jadi ga maju bahkan berbalik jadi buruk. Bikin mereka jadi tetap gitu-gitu aja tanpa ada perubahan atau jadi lebih baik.

Contohnya banyak. Hmm, salah satunya adalah mewajarkan ketidakbisaan berbahasa Inggris dengan pemikiran kalo bahasa tersebut bukan bahasa ibu kita. Bukan bahasa yang emang menjadi bahasa wajib kita.

Contoh lainnya adalah orang tua yang tidak menyekolahkan anaknya sampai ke perguruan tinggi, dengan mikir ga ada cerita dari keluarganya dulu-dulu tuh ada yang sekolahnya tinggi. Jadi sejarah pendidikan dikeluarganya ya cuma sampe disitu, maka anak-anaknya ga ada yang tinggi-tinggi banget. Dan terus seperti itu.

Atau dalam kehidupan cinta. Misalnya seseorang putus cinta. Wajarnya menurut seorang cewe bernama A, putus cinta itu ya bersedih. Nangis-nangis, terkenang-kenang, dan sebagainya. Karena merasa wajarnya seperti itu, ya tiap dia putus dia lantas nangis-nangis, terkenang-kenang, mellow, berduka dan sebagainya. Padahal dengan menganggap ini sebagai kewajaran, dia lantas ga kemana-mana. Dia muter-muter aja dikondisi kaya gitu. Terjebak dalam situasi yang bikin dia jadi kacau sendiri. Coba kalo dia anggap itu sebagai hal yang ga wajar? Pastinya dia ga bakalan kaya gitu dan tentunya udah move on with her life. Tetep biasa-biasa aja, tetep ceria, tegar, ga ada matinya! Keren kan?

Atau ada juga contoh misalnya seorang cowo atau cewe yang penampilannya bagus waktu belum menikah. Yang cowo otot-ototnya keren. Dada bidang, perut six-pack. Yang cewe langsing, rambut bagus, kulit bersih, suka dandan. Tapi begitu menikah, semuanya beda. Jadi gendut, perut buncit, rambut ga keurus, dekil. Ooohh..menyedihkan! Dan yang lebih menyedihkan lagi, itu semua mereka anggap wajar. Namanya juga udah merit. Udah nikah, udah punya anak.

Dan anggapan wajar ini wajar itu lainnya. Pertanyaannya adalah, kenapa kita menganggapnya wajar? Kalo dengan menganggap segala sesuatu jadi wajar tapi lantas membuat kita jadi ga maju-maju atau bahkan mundur, rasanya kewajaran itu hanyalah sebuah dalih atau pembenaran yang sama sekali ga ada benar-benarnya.

Well, seperti contohnya dengan mewajarkan ketidakbisaan berbahasa Inggris itu tadi. Karena mikirnya wajar, maka kalo bahasa Inggrisnya berantakan atau bahkan ga bisa sama sekali, sampe kapanpun ga bakalan bisa berbahasa Inggris. Kan mikirnya itu oke-oke aja! Wajar-wajar aja! Maka kalo emang ga bisa, ya ga papa! Dan yang terjadi adalah berhenti aja gitu disitu! Ga kemana-mana. Ya ampun!

Atau si A tadi, yang putus cinta lantas nangis-nangis melulu. Sedih terus. Bawaannya berduka terus-terusan. Padahal seharusnya move on. Melanjutkan hidup yang emang pada dasarnya ga berhenti sampe disitu. Tapi berhubung mikirnya itu adalah sebuah kewajaran, so tetep aja ga kemana-mana. Tetep sedih, tetep berduka, dan sebagainya.

Dan buat mereka yang tadinya keren sebelum nikah en pas udah nikah pada ancur-ancuran, jangan heran kalo efeknya banyak yang pada selingkuh. Mengerikan!

Kenapa kita ga ubah segala sesuatu yang kita anggap wajar jadi ga wajar? Sesuatu yang emang kita sebut ‘biasanya selalu begitu’ kita ganti dengan pemikiran kalo hal itu emang ‘ga biasa’. jadi hal yang aneh, yang ga wajar. Dan karena itu akhirnya kita ga mau melakukannya lagi.

Dengan mikir kalo sesuatu yang biasanya itu kita anggap wajar jadi ga wajar akan membuat kita berhenti menjalankannya. Yang ga bisa bahasa Inggris maka jadi jago bahasa Inggrisnya. Seseorang yang tidak berpendidikan tinggi memiliki anak yang pendidikannya sangat tinggi. Yang tadinya nangis-nangis pas lagi putus cinta, bakalan biasa-biasa aja begitu putus cinta lagi. Dan mereka yang udah menikah tetep keren, tetep cantik.

Well, once again, kalo ada sesuatu yang membuat kita lantas lebih baik, untuk apa kita menganggap segala sesuatu yang membuat kita ga jadi lebih baik sebagai kewajaran? Anggap aja semua itu sebagai ketidakwajaran. Sebuah keanehan. Dengan begitu, maka kita berhenti untuk menjalankannya. Dan kita lantas berubah jadi orang yang jauh lebih baik, lebih maju.

Hmm, satu hal kecil yang mungkin agak luput dari pikiran kita adalah kewajaran sebenernya emang hanya sebuah anggapan. Yang ga wajar kita bisa anggap wajar, dan yang wajar kita bisa anggap ga wajar. Bahkan bukan hanya sebuah anggapan, tapi sebuah konsep. Sebuah settingan. Dan tentunya settingan itu bisa aja kita ubah-ubah semau kita. Karena itu semua pada dasarnya hanya buatan manusia belaka. Tapi tentunya kita bisa memilah-milahnya, mana yang baik dan mana yang tidak.

Well, kalo settingan itu kita ubah yang tujuannya untuk membuat segala seuatu dihidup kita lebih baik, kenapa kita ga melakukannya?

So, ga wajar? Yang gimana dulu?! Kita yang nentuin!

12 komentar:

Anonymous said...

sebuah pembahasan yang menarik..

Anonymous said...

Setiap orang mempunyai pemikiran yg berbeda.

Armstrong da Jimmy said...

pemaparan tentang perasaan yang sangat "Berat"...

sampe sampe gw lama baru "Dong" nya?

apa yg manusia lakukan kadang laen dengan apa yang yang kita pikitkan...

so, be positive think aja yo?

TJ said...

to armstrong:
kalo mikirinnya serius, mudah2an bisa kok

Anonymous said...

Damn.. tertampar di kalimat tentang "mewajarkan gak bisa bhs inggris.."

Anonymous said...

Hahahah...wajar kan kalo nggak bisa bahasa Iggris....lha wong kita ini orang Endonesah...hahaha...
Ada lagi yang nggak WAJAR..."Lahir di Arab, Gedhe di Arab tapi nggak bisa bahasa Arab...tuh si ONTA ARAB...hahahah....

Topik yang menarik...

Anonymous said...

kebanyakan orang memang lebih hobbi memberikan "stempel" tak wajar terhadap sesuatu, dibandingkan mempertanyakan penyebab yang bersangkutan menjadi tak wajar, lalu "duduk bersamanya" untuk mengimpartasikan sesuatu yang wajar menurut kita. Kehidupan lebih membutuhkan manusia berhati ayah dan ibu, dibandingkan gonggongan anjing galak yang memusingkan. Nice to know you here, TJ!

Sasty said...

hmm.. menarik juga yang kmu bahas.

Anonymous said...

postingan yg panjang banget, tapi aku betah baca sampai selesai.. kalo dipikir2 benar juga yah, sesuatu itu menjadi wajar atau gak wajar semata2 karena kita juga yg mempersepsikannya seperti itu.. nice posting anyway :)

ardhi nugraha said...

persepsi orang dalam memandang sesuatu itu pasti beraneka ragam, jadinya biarkan mereka berpikir dan kita berpikir...

Anonymous said...

Wajar gak kalo aku tulis "NO COMMENT" di postingan ini....hehehehe...

Anonymous said...

Masalah wajar pa gak dari beberapa contoh kasus diatas, kya na semua tergantung dari manusia dan pribadi dari orang2 itu sendiri.
Dan semuanya butuh proses....
Sebagai contoh kasus putus cinta, gak bisa lah dia berhenti bersedih dalam waktu 1 atau 2 hari...
tapi klo dari dalam hati nya sudah niat buat move on, gak ada yang gak mungkin....
so....untung rugi nya pasti dirasa in sendiri...