Tuesday, July 30, 2013

Yang Bagus atau Yang Bahagia?

“Kalau sudah besar nanti, kamu mau jadi apa?”
“Saya mau jadi ini!”
“Kalau kamu?”
“Saya mau jadi itu.”

Percakapan seperti ini pasti sangat familiar buat kita semua. Waktu kita kecil pasti kita pernah ditanya dan bertanya, oleh dan kepada teman-teman kita, tentang akan jadi apa nanti kita jika sudah besar. Cita-cita kita. Orang-orang tua kita juga sering bertanya kepada kita. Entah itu bertujuan serius, atau hanya bercakap-cakap semata dengan anaknya.

Jawaban-jawaban kita waktu kecil umumnya tidak jauh-jauh dari profesi-profesi yang bisa dikatakan cukup populer. Menjadi ini, menjadi itu. Profesi yang bergengsi. Profesi yang utama. Profesi yang populer. Profesi yang akhirnya disahkan sebagai profesi yang bagus.

Tanpa kita sadari sebenarnya hal ini terbawa hingga kita dewasa. Profesi yang kita ingin dapatkan seolah sudah menjadi mindset di kepala kita adalah profesi yang seperti disebut di atas. Yang seolah secara tradisi adalah profesi yang harus kita ambil. Profesi bagus menurut hampir seluruh masyarakat bukan hanya masyarakat di negara kita, tapi di seluruh dunia.

Belum lagi, jika kita termasuk anak-anak yang terdidik oleh mereka yang tergolong oleh orang-orang tua yang keras mendidik anaknya sedari kecil. Dan ketika dewasa menuntut anaknya untuk menjadi seseorang dengan profesi tertentu, yang sesuai dengan kriteria bagaimana profesi bagus itu menurut mereka.

Ketika kita kecil, kita harus jadi rangking pertama. Kalau tidak, kita takutnya luar biasa. Takut nanti orang tua kita marah. Ketika kita kuliah, jurusan yang kita ambil adalah jurusan dimana orang tua kita pasti senang. Ketika kita lulus kuliah dan berburu pekerjaan, sudah pasti kita akan cari pekerjaan yang akan membuat orang tua kita senang. Ya profesi yang dianggap bergengsi, utama, populer, dan yang seolah sudah mendapatkan pengesahan dari seluruh masyarakat sebagai profesi yang bagus itu tadi.

Ini yang akhirnya kita jadikan alasan untuk memiliki profesi tertentu. Kita lantas seolah saling berlomba, bersaing ketat untuk mendapatkan profesi-profesi tersebut. Jika ada sebuah lowongan pekerjaan pada sebuah pameran, maka stand yang paling ramai adalah yang stand untuk profesi-profesi yang populer. Kelas-kelas di universitas lebih ramai peminatnya pada fakultas-fakultas tersebut.

Sebenarnya ada yang jauh lebih penting dari ini semua. Yaitu apakah kita bahagia? Apakah kita bahagia memiliki profesi-profesi ini? Apakah kita memiliki profesi yang kita miliki atau yang mungkin masih kita cari selama ini adalah karena kita memang menginginkannya? Atau karena alasan-alasan di atas?

Kalau kita memang kebetulan suka dengan profesi yang  dengan anggapan masyarakat pada umumnya adalah profesi yang bagus dan sebagainya yang seperti di atas, ya sudahlah. Berarti pas! Berarti tidak ada masalah dengan itu. Toh dari kita sendiri memang suka. Tetapi lain halnya jika kita terpaksa berprofesi itu dan yang lebih parah adalah, kita bahkan tidak tahu apa yang kita inginkan. Termasuk profesi apa yang kita inginkan. Kita menjalankannya ya karena memang profesi itu bagus saja. That’s it.

Menjalankan profesi bukan artinya kita membudaki diri sendiri. Passion kita adalah di satu bidang tertentu, tetapi yang kita kerjakan sama sekali berbeda. Atau kita bahkan tidak tahu apa passion kita, karena selama ini mindset kita sudah dengan profesi yang kita punya haruslah yang begini atau yang begitu.

Marilah kita mulai mempertanyakan ke diri kita sendiri, apa yang kita rasakan tentang profesi kita. Apakah kita merasa senang dengan itu atau kita terpaksa menjalankannya atau bahkan kita tidak tahu lagi harus bagaimana. Toh memang sudah begini yang seharusnya, kita pikir.

Mencari pekerjaan bukan hanya tentang bagaimana pekerjaan itu di mata masyarakat, orang tua kita, dan siapapun juga itu beranggapan. Tapi tentang bagaimana rasa yang kita punya. Pekerjaan itu tidak cukup dengan anggapan bagus. Tapi juga apakah pekerjaan itu membuat kita bahagia atau tidak. Tidak ada salahnya jika profesi tersebut sama sekali tidak populer tetapi kita bahagia di situ.

Rasanya akan sangat berbeda sekali jika kita menjalankan pekerjaan kita karena kita memang bahagia dengan pekerjaan kita itu. Karena di situlah passion kita berada. Bagaikan melakukan apa yang kita suka, tetapi kita menghasilkan uang pula dari situ.

Tentunya ini bukan bermaksud anti-mainstream, ya. Memiliki pekerjaan yang populer dan hampir semua orang berlomba-lomba mendapatkannya dan semua orang di seluruh dunia menganggapnya sebagai pekerjaan yang bagus tentunya boleh-boleh saja. Kita tidak harus menolak pekerjaan yang banyak peminatnya. Tapi sangatlah sehat jika kita menyadari alasan paling penting yang kita miliki saat mencari pekerjaan.

Anyway, tulisan ini tidak bermaksud untuk bilang bahwa kita akan sengsara jika memilih profesi yang selama ini, -karena banyak peminatnya-, yang lantas seolah sudah merupakan tradisi telah dianggap sebagai profesi yang ‘bergengsi’, 'utama', ‘populer’, atau akhirnya disebut sebagai profesi yang ‘bagus’.  Tapi di sisi lain, pekerjaan yang ‘happy’, yang sesuai passion kita, juga tidak harus menuntut kita, saya, anda untuk membuang jauh impian dalam mendapatkan kekayaan, kesejahteraan, atau mungkin, kekuasaan.

Yuk, kita belajar untuk menempatkan pentingnya menemukan yang apa yang benar-benar pas buat kita. Karena kenapa tidak? Toh, justru ini yang dilakukan oleh mereka yang mempekerjakan orang. :)

Tulisan ini diinspirasi dan tereferensi dari beberapa artikel.

0 komentar: