Monday, June 2, 2008

My Life Is Not Your Life and Your Life Is Not My Life

Nama saya Indra. Saya dilahirkan dikeluarga yang harmonis dan bahagia. Hidup saya bisa dibilang penuh kebahagiaan. Apapun yang saya butuhkan umumnya selalu tersedia. Sejak kecil hingga kini, saya memiliki fasilitas-fasilitas yang membuat saya mudah untuk melakukan apapun. Saya juga memiliki orang tua yang selalu ada buat saya. Mereka tidak menghabiskan waktu mereka untuk pekerjaan mereka yang membuat saya tidak sempat merasakan kasih sayang mereka. Selain itu saya memiliki saudara-saudara yang sangat baik. Kakak dan adik saya yang selalu menyenangkan buat saya. Dan semua sahabat-sahabat saya selalu membuat saya merasa hidup saya memang menyenangkan. Ditambah lagi, pekerjaan saya menghasilkan uang yang membuat saya tidak pernah merasa kehilangan semangat bekerja, mampu membuat saya pergi jalan-jalan kenegara manapun yang saya ingin kunjungi, dan pulang membawa oleh-oleh untuk mereka yang saya sayangi. Saya juga memiliki kekasih yang membuat saya merasa berarti. Memiliki dan dimilikinya adalah suatu kebahagiaan. Dia sangat pengertian, baik, dan mencintai saya dan keluarga saya.

Suatu hari saya bertemu dengan seseorang yang akhirnya menjadi salah satu teman saya. Kita sering berbagi pengalaman dalam hidup. Kurang lebih kehidupannya sama dengan saya. Penuh kebahagiaan. Tetapi yang ia hadapi sebelum mendapatkan kebahagiaan adalah sebuah perjuangan berat. Pengalaman-pengalaman hidupnya penuh dengan kesedihan, kesusahan dan kepahitan.

Sewaktu kecil ia harus berjualan koran keliling komplek hanya untuk menabung agar bisa membeli sebuah majalah anak-anak tiap kali terbitnya. Naik bis berhimpitan dan berdesak-desakan untuk berangkat sekolah. Menghadapi orang tua yang bukan hanya berpendapatan kecil, tetapi juga kasar terhadapnya. Beberapa kali ia sempat dipukuli oleh mereka. Saya memang melihat ada bekas luka ditangannya yang diakibatkan oleh siksaan orangtuanya kala ia kecil dulu.

Selain itu untuk bisa kuliah sampai ia mendapatkan gelar seperti sekarang ini, ia harus bekerja. Mulai dari tukang pel disalah satu restoran cepat saji, menjual CD bajakan, pelayan dikafe, dan pekerjaan-pekerjaan berat lainnya.

Belum lagi tentang kehidupan cintanya yang sering kali berantakan. Memiliki pacar yang selingkuh, pacar yang mengintimidasi, pacar yang matrealistis, pacar yang ini, yang itu. Juga penolakan-penolakan. Baik penolakan tentang kehidupannya cintanya itu, maupun penolakan lainnya.

Kontras sekali dengan saya. Saya tidak pernah melakukan atau menghadapi apa yang ia lakukan atau hadapi dulu. Waktu kecil, saya tinggal menunggu setiap hari Kamis untuk mendapatkan majalah anak-anak yang sama yang ia beli dengan berjualan koran berkeliling komplek. Saya tidak tahu rasanya berdesak-desakan didalam bis. Yang saya tahu adalah berdesak-desakan tiap kali nonton konser. Itupun jika saya nekad ikut-ikutan teman-teman saya untuk nonton dikelas festival. Orang tua yang suka memukul? Orang tua saya paling membenci hal yang satu itu. Dan tentang pacar, ya seperti yang saya ceritakan diatas.

Kami bersahabat baik. Walau hidup kami berlatar belakang berbeda seperti ini. Saya sering dibilang sebagai orang yang beruntung olehnya. Untuk yang satu ini, saya merasa dia benar sekali. Dan ini adalah hal yang saya sukuri. Tapi satu hal yang saya lantas merasa tidak benar adalah kata-katanya yang seringkali ia tudingkan kepada saya. Yaitu kata-katanya yang menyebut saya sebagai orang yang tidak pernah berjuang sama sekali dalam hidup. Dan yang akhirnya saya tidak habis pikir adalah tudingannya atau mungkin predikat saya dimatanya tentang saya yang payah, dan memiliki hidup yang ‘tidak ada apa-apanya’.

Apa benar jika kita tidak pernah menghadapi hal-hal yang berat dalam hidup kita, kita lantas bukan orang yang tidak pernah berjuang sama sekali dalam hidup kita? Saya pikir, saya pernah mengalami perjuangan-perjuangan dalam hidup saya. Toh itu ada dalam hidup saya. Dan itulah perjuangan yang saya hadapi.

Sebut saya naïf, lugu, atau apapun itu, tapi jika kita merasa sudah melakukan banyak hal berat dalam hidup kita apakah kita lantas berhak membanding-bandingkan hidup kita dengan orang lain tetapi dengan menganggapnya sebagai orang yang payah? Jika hidup saya tidak sesusah hidupnya bukan berarti ia lantas seorang jagoan sementara saya hanya seorang pengecut bukan? Dan itu bukan berarti hidup saya tidak ada apa-apanya. Semua orang punya kisah hidupnya masing-masing. Semua orang punya perjuangan dalam hidupnya masing-masing. Toh Tuhan sudah menentukan apa yang harus saya hadapi, apa yang harus orang lain hadapi, apa yang saya punya dan apa yang orang lain punya kan? Berat atau tidaknya yang merasakan adalah yang menjalaninya. Dan saya pikir dia tidak berhak menilai saya dari kacamatanya yang berdasarkan hidupnya itu.

Well, maaf saja kalau ternyata hidup saya yang selalu bahagia ini membuat orang tidak nyaman. Maaf saja kalau ternyata kebahagiaan ini membuat orang lain menjadi picik. Saya tidak pernah bermaksud seperti ini.

Kenapa kita sepertinya marah terhadap orang lain yang tidak merasakan dan menghadapi kesusahan seperti yang pernah atau selalu atau masih kita hadapi? Kenapa hidup orang lain yang jauh lebih beruntung membuat kita lantas mengecilkan orang itu? Apakah perjuangan dalam hidup membuat kita jadi mudah menilai orang? Apakah jika kita pernah terbang lantas menilai mereka yang tidak terbang sama sekali sebagai orang yang bodoh, menyebalkan, pengecut, manja, dan sebagainya. Apa artinya perjuangan hidup yang berat selama ini kalau itu hanya membuat kita menjadi picik, dangkal, mudah menilai, dan mudah benci kepada orang lain, dan tentunya sombong?

10 komentar:

Ratie said...

Wuihhh.. Dalem je! Saya juga pernah mengalami hal yang mirip, saya jadi si bahagia dan orang yg jadi si susah adalah...sepupu saya sendiri. Well, it's hard you know.. To be side by side with your cousin in a very different situation like that. Tapi yang akhirnya 'menyudahi' kesirikan ga jelas itu yah seperti apa yg kata lo tadi, it's my life, not yours. Pasti setiap orang ngalamin hal yang berbeda di kehidupannya, ya kan? There's nothing wrong with it, tinggal gimana kita menyikapinya aja. *serius kali gw??!! Haha..*

Unee.Adisti said...

Eh,saya kok tiba2 teringat satu line dari Ujang Pantry ( susah apakah itu termasuk pilem apa sinetron ya ?.Terlalu bagus untuk disebut sinetro n soalnya ).
Waktu si Gendis (Elmayana),sahabat Nadine (Dina.O) ngomong ke Ujang,
" Kamu itu sombong,Jang ".
" Saya sombong ?. Ga salah,Bu Gendis. Saya ini orang miskin ".
" NAH,itu !. Kamu sombong sama kemiskinan kamu ".

Itu dialog yang "pinter",menurut saya.
Kalo liat orang kaya sombong,ya walaupun bikin eneg, tapi at least we know why they're being arrogant and stuff.
Tapi,menggunakan kemiskinan untuk ngebuat orang lain merasa "bersalah" karena ga ngalamin apa yang dia alamin.
Padahal orang2 yang dianggap "lebih" itu bisa jadi justru yang mempermasalahkan perbedaan itu dan malah menghargai sekali dia yang berjuang untuk bisa jadi lebih baik.

Eniwei,saya ga tau tujuan komen ini apa *hahahaha,seperti biasa*, tapi, I get what you mean in this post,darling.

Ga hanya orang "kaya" yang harus menghargai orang2 dibawahnya,yang - merasa - berkekurangan juga harus seperti.Jangan mentang2 ngerasa kurang di materi,itu bisa jadi alasan juga untuk kurang menghargai orang lain.

Ah,sudahlah.Makin ga jelas juga saya ini.
Hahahha.

lopyu,babe !!.

ayu said...

duh..ga ngerti neh mau komen apa. yg jelas nasib orang emang beda2 seperti yg tj critain contohnya ada yg dah dr lahir hepi ada yg mesti berjuang dl melawan nasib br bisa hepi, yg jelas semuanya dah ada yg ngatur tentu saja termasuk nasib ato taqdir, tp tak lantas nasib tak layak diperjuangkan dong.
sah2 aja kita ngiri ama yg punya nasib lbh bruntung tp apa cm cukup sebatas ngiri aja ato kita berjuang utk bisa mencapainya jg semuanya kembali ke diri kita msg2.

dhiiiiian said...

Hummm....Nasib manusia itu kan beda2 yah, Rezeki juga sudah ada yang mengatur masing - masing...
Seharus nya siy orang yg berfikiran klo orang yg sudah hidup senang dengan segala kemudahan itu bukan berarti dia tidak mau berusaha, atau pun payah.
Itu memang sudah jalan hidup nya yang memang ditakdirkan memiliki nasib baik.

Nah ... orang yg bernasib kurang baik seharus nya tidak menjudge orang yg beruntung, seharusnya keadaan seperti itu bisa dijadikan pemacu semangat hidup agar bisa lebih baik lagi.

Anonymous said...

Iyaaa!! aku juga pernah nonton sinetron (apa film ya itu jatohnya?) ujang pantry pas ada adegan itu!! dan itu cucok banget bo!! Tuhan aja bilang kalo dia lebih benci dengan orang susah dan sombong daripada orang kaya yg sombong, karena si orang susah itu apa yg mo disombongin sih? Anyway.. aku juga been there done that, masa mentang2 aku kurus, cantik dan pintar *muntah mode: on* kalian jadi harus benci sama aku kan? Heheheh.. nice thought anyway massss.. lanjutkan!!

Ratie said...

Je, numpang nimpalin komen unee dan titiw yaaa! Hehe...

SAYA JUGA SUKA BANGET UJANG PANTRY!!! Gitu donggg klo bikin script!!! Haha...

Anonymous said...

lha lha lha...
ini bukan ujang pentry. ntar lama2 gw dibilang promosiin ftv itu lagi.. hehehe..

Unee.Adisti said...

UJANG PANTRY !!!.


HAHAHHAHAHAHHA !!!!.


* ditimpuk Mike Lewis sama TJ *.

* ditangkep unee *.

* dibawa pulang *.

* bobo *.

HAHAHHAHAAHHAH !!

Anonymous said...

beruntung lah orang yang tidak pernah merasakan keusahan dalam hidup...

Seyren said...

Setuju berat.

Orang yang jarang menghadapi hal-hal berat dalam hidupnya bukan lalu berarti dia itu 'less of a person' daripada orang yang semasa idupnya sering menghadapi kesusahan.

Couldn't have said it better myself, nice post, TJ. :)